JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto, telah menandatangani Undang-Undang TNI terbaru, yakni UU Nomor 3 Tahun 2025 sebagai revisi dari UU Nomor 34 Tahun 2004.
Regulasi anyar ini mencerminkan arah kebijakan pertahanan nasional yang lebih modern, fleksibel, dan adaptif.
Penyesuaian usia pensiun, penguatan operasi non-perang, serta kehadiran prajurit aktif di instansi sipil menjadi poin strategis yang diperbarui dalam undang-undang ini.
Berdasarkan salinan resmi, UU TNI terbaru mulai diberlakukan sejak 26 Maret 2025, tepat setelah diundangkan.
Perubahan ini memperjelas struktur pengambilan keputusan dalam bidang pertahanan.
Kini, strategi serta perencanaan jangka panjang TNI berada langsung di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
Sementara, keputusan pengerahan militer tetap menjadi hak prerogatif Presiden selaku Panglima Tertinggi.
Dilansir Antara, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, membenarkan bahwa penandatanganan dilakukan sebelum libur Idulfitri.
Ia menyebutkan langkah ini sebagai bagian dari komitmen pemerintahan Prabowo dalam reformasi sistem pertahanan nasional secara menyeluruh.
Poin-poin Perubahan
1. Struktur Komando dan Perencanaan Strategis
Perubahan signifikan dalam UU TNI terbaru terjadi pada Pasal 3 ayat (2).
Dalam pasal ini dijelaskan bahwa kebijakan pertahanan serta strategi militer kini dikendalikan oleh Kementerian Pertahanan.
Ini memperkuat peran sipil dalam pengawasan militer, sesuai prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi.
2. Perluasan Tugas Pokok TNI: Bukan Lagi Sekadar Perang
Salah satu sorotan utama ada pada Pasal 7.
TNI kini resmi ditugaskan menangani operasi militer selain perang (OMSP), termasuk mengatasi ancaman siber, menjaga objek vital nasional, membantu pemerintah daerah dalam kondisi darurat, hingga menjalankan misi diplomatik atau perlindungan WNI di luar negeri.
Ini menunjukkan transformasi militer ke arah yang lebih multiguna, sejalan dengan tantangan global yang kian kompleks.
3. TNI Bisa Duduki Jabatan Sipil, tapi Ada Syaratnya
UU ini juga membuka pintu bagi prajurit aktif TNI untuk menduduki posisi di kementerian dan lembaga sipil, seperti Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal ini diatur dalam Pasal 47.
Namun, pelaksanaannya wajib memenuhi prinsip koordinasi antarlembaga, transparansi, dan akuntabilitas, guna mencegah konflik kepentingan dan pelanggaran otoritas.
4. Usia Pensiun Prajurit Diperpanjang
Dalam Pasal 53, aturan pensiun prajurit juga direvisi.
Usia pensiun bagi perwira tinggi berbintang empat kini diperpanjang menjadi 63 tahun, dan bisa ditambah dua kali masing-masing satu tahun jika diperlukan oleh organisasi.
Kebijakan ini dianggap penting untuk menjaga kontinuitas kepemimpinan strategis dan pengalaman di tubuh TNI.
Dampak Strategis terhadap Militer dan Sipil
Revisi UU ini diyakini akan memperkuat integrasi pertahanan negara tanpa mengaburkan batas sipil dan militer.
Pemerintah menekankan pentingnya pengawasan dan tata kelola dalam implementasi aturan baru ini, agar tidak disalahgunakan dan tetap selaras dengan prinsip negara hukum.
Para pengamat menilai perubahan ini bisa memberikan efisiensi dan respon cepat terhadap berbagai krisis nasional.
Namun, di sisi lain, mereka juga mengingatkan agar pelibatan militer dalam urusan sipil tetap dibatasi secara ketat untuk menjaga keseimbangan kekuasaan.
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional Mego Widi Hakoso menilai bahwa revisi Undang-Undang TNI merupakan legitimasi perluasan peran militer yang sebenarnya selama ini sudah terjadi.
“Momen revisi UU TNI adalah sebuah gerakan politik oleh Pemerintah dan DPR untuk melegitimasi atau eksisting perluasan peran militer di badan sipil yang selama ini sudah terjadi,” kata Mego Widi Hakoso.
Dia menjelaskan revisi UU TNI semakin berkembang karena untuk mendekati tujuan di mana telah memperlihat bahwa politisi sipil belum memiliki kemauan dan pandangan yang sama terhadap makna dari supremasi sipil.***