JAKARTA – Musim kemarau 2025 di Indonesia ternyata belum merata. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa hingga awal Mei 2025, hanya 6% wilayah Indonesia yang resmi memasuki musim kemarau. Angka ini setara dengan 42 Zona Musim (ZOM) dari total 699 ZOM di seluruh negeri.
Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, wilayah yang sudah memasuki musim kemarau meliputi sebagian Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua Barat.
“Berdasarkan jumlah ZOM, sebanyak 6 persen wilayah Indonesia masuk musim kemarau,” ujar Ardhasena, seperti dikutip dari laman resmi BMKG, Rabu (7/5/2025).
Musim Kemarau Bertahap, Puncaknya Kapan
BMKG memprediksi musim kemarau 2025 akan berlangsung secara bertahap. Setelah April, jumlah wilayah yang memasuki musim kemarau diperkirakan meningkat pada Mei dan Juni, terutama di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua bagian selatan.
“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau,” jelas Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Puncak musim kemarau diproyeksikan terjadi pada Agustus 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia. Menariknya, durasi musim kemarau tahun ini diprediksi lebih pendek dibandingkan rata-rata, yakni hanya sekitar 6 hingga 24 dasarian (2–8 bulan) tergantung wilayah.
“Durasi musim kemarau 2025 diprediksi akan lebih pendek dari biasanya pada 298 ZOM atau 43%,” tambah BMKG.
Cuaca Pancaroba Bikin Suhu Terasa Lebih Panas
Meski baru sedikit wilayah yang memasuki musim kemarau, banyak masyarakat mulai merasakan cuaca panas. Hal ini disebabkan oleh masa pancaroba, yaitu periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Ciri khas pancaroba adalah pagi hari cerah, siang hari terik, dan hujan singkat pada sore hingga malam.
“Pada masa pancaroba, radiasi matahari tinggi ditambah kelembapan udara yang masih cukup tinggi membuat suhu terasa lebih panas,” ungkap Ardhasena.
BMKG mencatat suhu udara maksimum masih di bawah 35,5°C, namun kelembapan tinggi dan angin lemah membuat udara terasa lebih gerah.
Waspada Potensi Hujan Lebat di Tengah Kemarau
Meski musim kemarau mulai terasa, BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi hujan lebat berdurasi singkat. Faktor atmosfer seperti Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby masih memicu pembentukan awan hujan di beberapa wilayah.
“Meskipun cuaca cenderung panas, masih ada faktor yang mendukung pembentukan awan hujan,” kata BMKG.
Wilayah seperti Maluku Utara dan Papua Barat Daya berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat akibat bibit siklon tropis 99W di Samudera Pasifik.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap terhidrasi, menghindari paparan sinar matahari langsung, dan waspada terhadap cuaca ekstrem.
Tips Menghadapi Musim Kemarau 2025
BMKG memberikan sejumlah rekomendasi untuk menghadapi musim kemarau yang mulai terasa:
Jaga kesehatan:
Minum air yang cukup dan gunakan pelindung seperti topi atau payung saat beraktivitas di luar ruangan.
Antisipasi kebakaran:
Waspadai potensi kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah kering.
Kelola air:
Optimalkan pengelolaan air untuk pertanian dan kebutuhan sehari-hari, terutama di wilayah yang diprediksi kering lebih lama.
Indonesia Masih Aman dari Anomali Iklim
Kabar baiknya, BMKG memastikan bahwa musim kemarau 2025 tidak akan dipengaruhi oleh anomali iklim besar seperti El Niño atau La Niña. Fenomena ENSO (El Niño–Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) diprediksi tetap netral sepanjang tahun.
“Insyaallah kondisi iklim Indonesia tidak ada anomali,” ujar Dwikorita.
Dengan prediksi ini, masyarakat diharapkan dapat mempersiapkan diri menghadapi musim kemarau yang lebih pendek namun tetap menantang. Tetap update dengan informasi cuaca terkini dari BMKG untuk langkah antisipasi yang lebih baik.