JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan langkah pelonggaran kebijakan moneter akan ditempuh The Federal Reserve (The Fed), penurunan suku bunga sebanyak dua kali sepanjang tahun 2025.
Proyeksi ini muncul di tengah tekanan global yang semakin kompleks serta arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang dinilai menuju tren penurunan suku bunga untuk menjaga stabilitas domestik.
Suku bunga acuan The Fed saat ini masih tertahan pada kisaran 4,25%–4,50%.
Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan ada indikasi kuat bahwa pemangkasan suku bunga dapat terjadi dua kali tahun ini, yakni pada bulan September dan Desember.
“Kalau sebelumnya karena ada ketakutan resesi lebih awal, kami perkirakan Fed Fund Rate (FFR) akan turun dua kali, yaitu di sekitar bulan September sekali, dan di bulan Desember,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Menurut Perry, tren ini berpotensi menguntungkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Aliran modal diperkirakan akan mengalir deras ke pasar negara berkembang karena investor cenderung mencari alternatif dari aset safe haven, yang kini mulai terdampak gejolak global.
Ketidakpastian Global dan Peran Intervensi BI
Bank Indonesia menilai penguatan arus modal masuk menjadi katalis positif bagi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Tekanan terhadap rupiah cenderung mereda seiring pengaruh arus modal yang lebih stabil dan sentimen pasar yang berangsur membaik.
Untuk memastikan nilai tukar tetap terkendali, BI mengintensifkan berbagai langkah stabilisasi.
Salah satu strategi utama yang digunakan adalah intervensi valas melalui instrumen Non-Deliverable Forward (NDF) yang aktif di berbagai pusat keuangan internasional seperti Hong Kong, Eropa, dan Amerika Serikat.
Pendekatan ini dianggap efektif dalam meredam volatilitas nilai tukar yang dipicu oleh dinamika pasar global.
Namun demikian, Perry tetap menekankan bahwa kondisi global belum sepenuhnya kondusif.
Ketidakpastian masih menyelimuti pasar akibat kebijakan proteksionis seperti tarif resiprokal era pemerintahan Presiden Donald Trump yang menimbulkan respons balasan dari China.
Situasi ini memperburuk fragmentasi ekonomi global dan menekan prospek perdagangan dunia.
Kebijakan Moneter Domestik Tetap Responsif
Mengantisipasi dinamika tersebut, BI mengumumkan penurunan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Mei 2025.
BI-Rate resmi diturunkan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen, sebagai bagian dari upaya menjaga momentum pemulihan dan stabilitas makroekonomi.
Langkah ini diikuti oleh penurunan deposit facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan lending facility juga turun 25 bps ke level 6,25 persen.
Kebijakan ini menunjukkan respons aktif BI dalam menjaga daya tahan ekonomi nasional di tengah fluktuasi global yang tinggi.
Selain itu, BI juga menyatakan akan terus melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebagai bagian dari strategi intervensi ganda.
Pendekatan ini memperkuat posisi rupiah serta memberi sinyal kuat kepada pasar bahwa stabilitas tetap menjadi prioritas utama otoritas moneter nasional.
Komitmen Jangka Panjang dan Proyeksi Optimistis
BI tetap pada komitmennya untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dengan proyeksi The Fed yang diperkirakan menurunkan suku bunga dan strategi responsif BI, prospek ekonomi Indonesia ke depan dinilai tetap resilien dan kompetitif.
Kendati tantangan masih terbentang, sinyal kebijakan akomodatif dari The Fed dipandang sebagai peluang bagi ekonomi domestik untuk memperkuat posisinya dalam lanskap global yang kian dinamis.***