JAKARTA – Ketegangan antara Iran dan Israel semakin memanas, dengan serangan rudal yang terus berlanjut hingga Kamis (19/6/2025). Konflik ini dimulai pada Jumat (13/6/2025) setelah Israel melancarkan serangan udara ke fasilitas di Iran, yang diklaim bertujuan mencegah pengembangan senjata nuklir. Namun, satu fasilitas nuklir Iran yang terletak di Fordo tetap menjadi tantangan besar bagi militer Israel. Fasilitas pengayaan uranium ini terletak di dalam gunung dan sulit ditembus oleh serangan udara. Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang Fordo yang menjadi benteng terkuat pertahanan nuklir Iran:
1. Sejarah dan Signifikansi Fasilitas Fordo
Fasilitas Fordo dibangun secara rahasia oleh Iran pada awal 2000-an. Meskipun aktivitas konstruksi pertama kali terdeteksi melalui citra satelit pada tahun 2002, keberadaan Fordo baru terungkap ke publik pada 2009 setelah intelijen Barat menyelidikinya. Iran mengklaim fasilitas ini dibangun untuk melindungi program pengayaan uraniumnya dari ancaman serangan militer.
Namun, arsip nuklir Iran yang dicuri oleh intelijen Israel pada 2018 mengungkapkan bahwa Fordo dirancang untuk memproduksi uranium tingkat senjata, dengan kapasitas tahunan yang cukup untuk memproduksi satu hingga dua bom nuklir. Setelah AS menarik diri dari perjanjian nuklir JCPOA, Iran mengaktifkan kembali fasilitas ini dan meningkatkan produksi uranium hingga kemurnian 60%, yang sangat dekat dengan level bom nuklir.
2. Lokasi Strategis: Terkubur dalam Gunung
Fordo dibangun di dalam gunung dekat kota suci Qom dan merupakan bekas pangkalan bawah tanah milik Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Fasilitas ini terkubur sekitar 80 hingga 90 meter di bawah tanah, jauh lebih dalam dibandingkan fasilitas nuklir lainnya di Iran, seperti Natanz, yang hanya terletak 20 meter di bawah permukaan.
Fasilitas Fordo juga dilengkapi dengan sistem pertahanan udara yang canggih dan ventilasi yang disamarkan untuk menghindari deteksi. Di dalamnya, terdapat ruang untuk sekitar 3.000 mesin sentrifugal yang mengolah uranium untuk pengayaan.
3. Mengapa Israel Membutuhkan Bantuan AS untuk Menembus Fordo?
Meski Angkatan Udara Israel memiliki bom anti-bunker canggih, seperti GBU-28 dan BLU-109, senjata ini tidak cukup kuat untuk menghancurkan Fordo yang terkubur sangat dalam. Hanya bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP) milik Amerika Serikat yang diyakini mampu mencapai fasilitas tersebut. Bom ini memiliki berat 13.600 kilogram dengan hulu ledak 2.700 kilogram, yang dirancang untuk menembus lapisan tanah dan bebatuan keras.
Namun, bom ini hanya bisa diangkut dan dijatuhkan oleh pesawat pengebom siluman B-2 Spirit yang dimiliki AS, bukan Israel. Hal ini menciptakan ketergantungan pada Washington jika Israel ingin menggunakannya.
4. Opsi Israel untuk Menembus Fordo Tanpa Bantuan AS
Tanpa bantuan AS, Israel memiliki beberapa opsi militer untuk menghancurkan atau merusak Fordo. Salah satunya adalah dengan melancarkan serangan berulang menggunakan bom yang tersedia, yang akan menargetkan infrastruktur permukaan seperti pintu masuk terowongan dan sistem ventilasi. Meski tidak dapat menghancurkan fasilitas secara total, opsi ini akan membuatnya tidak dapat beroperasi selama berbulan-bulan.
Selain itu, Israel juga dapat menggunakan sabotase, seperti yang dilakukan sebelumnya dengan serangan siber Stuxnet di fasilitas Natanz. Taktik ini dapat merusak komponen vital fasilitas dari dalam. Operasi pasukan khusus dan bahkan penggunaan senjata nuklir taktis berdaya ledak rendah adalah opsi lainnya, meskipun ini akan menimbulkan konsekuensi besar secara politik dan kemanusiaan.
5. Pentingnya Fordo dalam Ketegangan Timur Tengah
Fasilitas Fordo menjadi titik krusial dalam eskalasi ketegangan antara Iran dan Israel. Jika AS terlibat dalam serangan untuk menembus fasilitas ini, dampaknya dapat memperburuk konflik di Timur Tengah yang sudah penuh dengan ketegangan. Iran sendiri telah memperingatkan AS agar tidak ikut campur, mengancam akan membalas setiap tindakan militer.
Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya diplomasi untuk mencari solusi yang menghindari eskalasi lebih lanjut. Dengan potensi ancaman yang begitu besar, upaya untuk mencari jalan tengah menjadi lebih mendesak.