HONG KONG – Pemerintah Hong Kong mengambil langkah tegas dalam eskalasi terbaru konflik dagang dengan Amerika Serikat.
Mulai 27 April 2025, pengiriman paket melalui laut dan udara ke Negeri Paman Sam secara resmi dihentikan.
Kebijakan ini menyusul keputusan kontroversial Presiden AS Donald Trump yang mencabut pembebasan bea masuk atas barang kiriman bernilai USD800 ke bawah.
Kebijakan proteksionis terbaru Trump itu memicu kecaman dari otoritas Hong Kong, yang menilai tindakan tersebut bersifat sepihak dan menindas.
Dalam pernyataan resminya, pemerintah daerah administratif khusus Tiongkok itu menyebut keputusan AS akan menambah beban ekonomi warga sipil dan pelaku usaha kecil.
“Masyarakat harus membayar biaya tinggi akibat penindasan AS,” ujar pejabat pemerintah Hong Kong, dikutip dari CNN, Rabu (16/4/2025).
Dampak Kebijakan Trump
Dalam perkembangan terbaru, pemerintah AS sebelumnya berencana mengenakan tarif 30 persen atas barang kiriman dari Hong Kong dan Tiongkok.
Namun rencana itu mendadak berubah ketika Trump menaikkan bea masuk menjadi 120 persen, menyulut kemarahan di berbagai kalangan.
Hong Kong menilai langkah tersebut tidak hanya melanggar prinsip perdagangan bebas, tetapi juga merusak jalur distribusi global yang selama ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha kecil dan menengah untuk menjangkau pasar internasional.
Meskipun pengiriman paket melalui Hongkong Post dihentikan, layanan pengiriman surat dan dokumen tetap berjalan seperti biasa.
Namun, bagi warga dan pebisnis yang biasa mengandalkan layanan pos reguler, kini harus beralih ke kurir swasta dengan biaya yang jauh lebih tinggi.
Kondisi ini diperkirakan akan mendorong peningkatan biaya logistik dan menurunkan efisiensi rantai pasok, terutama untuk barang-barang konsumsi dan suku cadang ringan yang selama ini dikirim melalui jalur pos.
Hong Kong Siap Ajukan Protes ke WTO
Kepala Eksekutif Hong Kong, John Lee, menyatakan ketidakpuasannya terhadap kebijakan baru dari Washington.
Ia bahkan menyebut tindakan AS sebagai bentuk “penyimpangan moral dalam perdagangan global” dan bentuk intimidasi ekonomi yang tidak beralasan.
“Mereka menggunakan perdagangan sebagai senjata untuk memberlakukan tarif timbal balik sebesar 145 persen terhadap Hong Kong,” ujar John Lee.
Lee memastikan bahwa Hong Kong akan mengangkat isu ini ke tingkat internasional dengan membawa laporan resmi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), guna menuntut keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak mitra dagang.***