TEHERAN, IRAN– Pemerintah Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak dunia, di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dengan negara-negara Barat. Ancaman ini memicu kekhawatiran pasar global dan mendorong prediksi lonjakan harga minyak mentah hingga 130 dolar per barel.
Selat Hormuz Jadi Titik Panas Geopolitik
Selat Hormuz merupakan jalur penghubung Teluk Persia dengan Samudra Hindia dan dilalui sekitar 20 persen dari pasokan minyak global.
“Jika musuh berpikir mereka dapat melemahkan kami dengan sanksi, kami akan menutup Selat Hormuz, dan dunia akan merasakan akibatnya.” kata salah satu pejabat Iran.
Ketegangan ini muncul seiring tekanan ekonomi dari sanksi internasional dan kontroversi terkait program nuklir Iran. Situasi tersebut menimbulkan potensi gangguan besar terhadap rantai pasok energi global.
Prediksi Harga Minyak Dunia Melonjak
Menurut analis energi, dampak penutupan Selat Hormuz bisa sangat signifikan meski hanya berlangsung sementara. John Kilduff, analis dari Again Capital, menyatakan, “Harga minyak bisa melonjak ke level 130 dolar per barel atau lebih tinggi jika akses ke selat ini terhambat,” seperti dikutip dari Bloomberg.
Kenaikan harga ini diprediksi bisa memicu inflasi global dan memberi tekanan besar pada ekonomi negara-negara pengimpor minyak.
Dampak pada Ekonomi Indonesia dan Global
Negara seperti Indonesia yang sangat bergantung pada impor minyak dapat terdampak langsung melalui kenaikan harga bahan bakar dan barang pokok. Seorang pejabat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan, “Kami sedang memantau situasi ini dengan cermat. Stabilitas pasokan energi global sangat krusial.”
Sektor transportasi, manufaktur, dan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan mengalami lonjakan biaya operasional jika harga minyak terus naik.
Respons Pasar dan Strategi Global
Pasar minyak dunia langsung bereaksi terhadap situasi ini. Harga Brent dan WTI melonjak tajam pada perdagangan awal pekan. Di sisi lain, Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya telah meningkatkan kehadiran militer di wilayah Teluk Persia sebagai langkah antisipatif.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC bersama sekutunya diperkirakan akan mengadakan pertemuan darurat. Seorang sumber OPEC menyatakan “Kami tidak ingin melihat gangguan pasokan, tetapi kami siap untuk merespons jika situasi memburuk.”
Langkah Selanjutnya: Ancaman atau Realisasi?
Walau ancaman Iran belum direalisasikan, kondisi ini menjadi peringatan bagi dunia tentang kerentanan energi global terhadap konflik geopolitik. Para pakar mendorong diversifikasi energi dan penguatan cadangan strategis.
Bagi Indonesia, krisis ini bisa menjadi momen strategis untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan demi mengurangi ketergantungan pada minyak impor.