JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengguncang publik dengan pengungkapan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag).
Dalam langkah terbaru, KPK menyita aset bernilai fantastis, termasuk uang tunai USD1,6 juta atau setara Rp26 miliar, empat mobil mewah, serta lima bidang tanah dan bangunan. Namun hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka, menambah teka-teki dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp1 triliun ini.
“Penyitaan dilakukan terhadap sejumlah pihak yang terkait. Barang bukti yang diamankan meliputi uang sebesar USD1,6 juta, empat kendaraan roda empat, serta lima bidang tanah berikut bangunannya,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (2/9/2025).
Ia menegaskan, penyitaan ini merupakan bagian dari strategi KPK untuk membuktikan tindak pidana korupsi sekaligus memulihkan kerugian negara melalui asset recovery.
Skandal Kuota Haji: Penyalahgunaan Kuota Tambahan
Kasus ini bermula dari penyalahgunaan 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023, usai permintaan langsung Presiden Joko Widodo. Kuota ini seharusnya didistribusikan sesuai aturan—92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus—sebagaimana diatur dalam Pasal 64 Ayat 2 UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Namun, Kemenag justru membagi kuota tersebut secara merata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, yang dikelola oleh biro perjalanan swasta.
Akibat pelanggaran ini, sebanyak 8.400 calon jemaah haji reguler yang telah mengantre selama 14 tahun gagal berangkat pada 2024.
“Ada 8.400 orang jemaah haji yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun yang seharusnya berangkat di tahun 2024, menjadi tidak berangkat akibat praktik tindak pidana korupsi ini,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Praktik Jual Beli Kuota Haji
KPK juga mengungkap adanya praktik jual beli kuota haji yang mencengangkan. Kuota haji khusus dijual dengan harga Rp200 juta hingga Rp300 juta per orang, sementara kuota haji furoda bahkan mencapai Rp1 miliar per kuota.
“Bahkan ada yang furoda itu, itu hampir menyentuh angka Rp1 miliar per kuotanya, per orang,” kata Asep.
Selain itu, KPK menemukan indikasi adanya setoran dari biro perjalanan kepada oknum pejabat Kemenag, dengan nilai bervariasi antara USD2.600 hingga USD7.000 per jemaah. Dana ini diduga mengalir melalui asosiasi haji sebelum sampai ke tangan pejabat.
Pemeriksaan dan Pencegahan ke Luar Negeri
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Rumah Yaqut di Jakarta Timur digeledah pada 15 Agustus 2025. Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita dokumen dan barang bukti elektronik, termasuk ponsel milik Yaqut.
Namun, KPK menegaskan bahwa aset senilai Rp26 miliar dan lainnya tidak disita dari kediaman Yaqut, melainkan dari berbagai pihak lain, termasuk operator dan biro perjalanan haji.
KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan, yaitu:
- Yaqut Cholil Qoumas (mantan Menteri Agama)
- Ishfah Abidal Aziz (mantan staf khusus Yaqut)
- Fuad Hasan Masyhur (bos Maktour Group)
Komitmen KPK Pulihkan Kerugian Negara
Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyitaan aset ini bukan hanya untuk pembuktian di persidangan, tetapi juga sebagai langkah awal untuk memaksimalkan pemulihan kerugian negara.
“Langkah penyitaan ini bukan hanya untuk pembuktian di persidangan, tetapi juga bagian dari komitmen kami dalam upaya *asset recovery*. Mengingat kerugian negara yang diduga timbul dalam perkara ini sangat signifikan,” ujar Budi.
Meskipun belum ada tersangka yang diumumkan, KPK terus mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak-pihak terkait. Kasus ini juga mendapat sorotan dari Pansus Angket Haji DPR RI yang menemukan kejanggalan serupa dalam pembagian kuota tambahan.
Dampak dan Harapan ke Depan
Skandal ini menjadi pukulan berat bagi calon jemaah haji yang telah menanti bertahun-tahun untuk menunaikan ibadah. Asep Guntur Rahayu menyebut kasus ini sebagai “ironi” yang tidak boleh terulang. KPK berkomitmen menelusuri kasus ini hingga tuntas untuk memastikan keadilan bagi masyarakat dan negara.
Publik kini menanti perkembangan lebih lanjut, termasuk pengungkapan identitas tersangka dan bagaimana KPK akan memulihkan kerugian negara yang mencapai Rp1 triliun. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya transparansi dan pengawasan ketat dalam pengelolaan kuota haji di Indonesia.




