JAKARTA – Pemeriksaan intensif yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dugaan praktik korupsi dalam penempatan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mulai mengungkap kemungkinan keterlibatan lebih dari satu institusi.
Suhartono, mantan Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020–2023, menjadi saksi kunci dalam penyidikan kasus ini.
Dalam pemeriksaan terbarunya, ia menyebut ada beberapa lembaga yang turut terkait dalam proses panjang pengurusan izin penggunaan TKA.
“Prosesnya ada, prosesnya ada, nanti ada beberapa instansi, kan ini prosesnya panjang. Nanti dengan pak direktur, secara teknisnya dia lebih tau, ini kan teknis banget ini,” ujar Suhartono kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, Senin (2/6/2025).
Suhartono menjelaskan bahwa peran Kemnaker dalam skema ini terbatas pada penerbitan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). “Iya iya, kita hanya melibatkan untuk izin RPTK nya saja,” katanya menegaskan.
KPK pun mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang memperluas cakupan penyidikan, termasuk dengan mempertimbangkan pemanggilan pihak dari Direktorat Jenderal Imigrasi.
Hal ini berkaitan dengan proses penerbitan izin masuk TKA yang diduga menjadi bagian dari praktik korupsi lintas lembaga.
“KPK masih terus mendalami (pihak lain). Baik dari pemeriksaan para saksi ataupun dari hasil penggeledahan yang telah dilakukan oleh tim penyidik,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetiyo, Senin (6/5/2025).
Dalam proses pendalaman tersebut, KPK juga menyoroti bagaimana mekanisme penerbitan izin kerja dapat menjadi celah terjadinya pemerasan.
Budi menekankan pentingnya mencermati detail proses tersebut untuk memperjelas konstruksi perkara.
“Apakah di situ juga ada hal-hal yang perlu dicermati. Terkait dengan konstruksi perkara dugaan pemerasan ini atau seperti apa,” tutur Budi dalam pernyataannya pada Kamis (29/5/2025).
Ia juga tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak-pihak lain yang berperan dalam praktik lancung tersebut.
“Termasuk KPK juga tentunya akan mendalami dan menelusuri pihak-pihak lain yang kemungkinan juga terlibat,” lanjutnya.
Dalam keterangan sebelumnya, Budi menyebut bahwa dugaan pemerasan dalam proses perizinan TKA ini telah berlangsung sejak 2019 dan total uang yang dihimpun dari praktik tersebut mencapai Rp53 miliar.
“Pemerasan ini berlangsung sejak tahun 2019, hasil perhitungan sementara bahwa uang yang dikumpulkan sekitar Rp53 milyar,” ujarnya dalam rilis resmi pada Selasa (27/5/2025).
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK telah menyita sejumlah aset yang diduga berkaitan dengan aliran dana korupsi tersebut.
Tercatat sebanyak 13 kendaraan berhasil diamankan, terdiri dari 11 mobil dan 2 sepeda motor.
“Total 11 mobil, 2 motor, disita dari serangkaian kegiatan penggeledahan,” ujar Budi, Senin (26/5/2025).
Dengan arah penyidikan yang semakin luas, publik kini menanti langkah KPK dalam mengungkap seluruh aktor dan skema korupsi yang terjadi di balik perizinan TKA di Indonesia.
Keterlibatan instansi lain menjadi titik kritis untuk membuka jaring penyalahgunaan kewenangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.***