JAKARTA – Konflik Iran-Israel terus memanas setelah serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran, memicu eksodus besar-besaran kapal tanker minyak dari Selat Hormuz. Jalur laut yang krusial bagi perdagangan energi global itu kini dihantui risiko penutupan total.
Sekitar 50 kapal tanker minyak raksasa tengah berupaya meninggalkan Selat Hormuz, sebagaimana dilaporkan Press TV.
Kondisi ini mencerminkan kekhawatiran industri energi bahwa jalur strategis tersebut bisa sewaktu-waktu ditutup oleh Iran sebagai respons atas tindakan militer Amerika Serikat. Tak pelak, gejolak ini memicu prediksi lonjakan harga minyak dalam waktu dekat.
Langkah tegas Iran ini tidak datang secara tiba-tiba. Sejak serangan AS terhadap instalasi nuklirnya, Teheran telah mengisyaratkan akan menutup Selat Hormuz, titik kritis bagi pasokan minyak global.
Ancaman ini diperkuat oleh pernyataan sejumlah petinggi militer Iran yang menyebut kehadiran militer Amerika di kawasan sebagai potensi pemicu konfrontasi besar.
Ancaman Langsung dari Komandan Iran
Komandan senior Iran, Jenderal Mohsen Rezaei, menegaskan bahwa kemungkinan menyerang pangkalan militer AS dan menutup Selat Hormuz bukanlah gertakan kosong, melainkan strategi yang siap diimplementasikan jika situasi terus memanas.
Peringatan itu menambah kecemasan internasional, mengingat jalur ini menjadi lalu lintas utama bagi ekspor energi dari Teluk.
Dampaknya pun bisa menggelinding lebih jauh. Jika penutupan benar terjadi, pasar global akan terguncang.
Selat Hormuz selama ini menjadi nadi penting perdagangan minyak dunia, dan gangguan terhadap operasionalnya diyakini bisa menyeret perekonomian global ke jurang ketidakstabilan baru.
Situasi ini menjadi bukti bahwa ketegangan geopolitik di kawasan tersebut memiliki implikasi ekonomi langsung. Negara-negara pengimpor minyak dari kawasan Timur Tengah dipaksa bersiap menghadapi lonjakan harga dan potensi kelangkaan pasokan.***