JAKARTA – PT Pertamina (Persero) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pelestarian lingkungan sekaligus memperkuat ekonomi desa melalui Program Desa Energi Berdikari (DEB). Program ini mengintegrasikan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dengan aktivitas pertanian, sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan desa.
Ancaman perubahan iklim, seperti banjir, masih menjadi tantangan besar bagi ketahanan pangan nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat banjir sebagai bencana paling dominan sepanjang 2023, dengan 331 kejadian atau 44 persen dari total bencana. Akibatnya, sekitar 50.469 hektare sawah di 20 provinsi mengalami gagal panen.
Salah satu daerah yang terdampak adalah Desa Mernek di Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap. Sebagai salah satu lumbung padi di wilayah tersebut, Desa Mernek memiliki lahan sawah seluas 293,4 hektare. Namun, kondisi cuaca yang tak menentu membuat petani di sana menghadapi ancaman serius gagal panen.
Untuk mengatasi hal itu, Pertamina bersama PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos berkolaborasi dengan masyarakat Desa Mernek menerapkan teknologi Rotary Dryer (Pinky Rudal), alat pengering padi berbasis gas Bright Gas dan tenaga listrik dari panel surya. Teknologi ini memungkinkan pengeringan gabah tanpa bergantung pada sinar matahari.
“Kami mulai memanfaatkan teknologi tepat guna dan EBT untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan sistem pertanian organik,” ujar Kepala Desa Mernek, Bustanul Arifin. Ia menambahkan, lebih dari 2.154 petani kini terlibat aktif dalam pengelolaan dan operasional alat tersebut melalui BUMDes dan kelompok tani, dengan sistem iuran untuk bahan bakar dan perawatan.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengatakan Desa Mernek adalah salah satu dari 172 desa yang menjadi bagian dari Program DEB. Dari jumlah tersebut, 31 desa fokus pada tema ketahanan pangan.
“Desa Mernek menjadi contoh keberhasilan transisi energi yang memberi manfaat nyata, mulai dari pelestarian lingkungan hingga peningkatan ekonomi warga,” kata Fadjar. Ia menjelaskan bahwa DEB memanfaatkan sumber EBT seperti matahari, angin, dan biogas untuk memberdayakan masyarakat, sekaligus mengurangi emisi karbon.
Hasilnya, petani Mernek kini mampu menyuplai 120 ton hasil pertanian ke distributor pangan. Penerapan teknologi ini juga berhasil meningkatkan kualitas panen dan mendongkrak harga gabah sebesar Rp200.000 hingga Rp300.000 per ton.
Tak hanya itu, pemanfaatan EBT juga mendorong pemberdayaan perempuan. Ibu-ibu di Desa Mernek menanam sayur organik dengan metode hidroponik berbasis PLTS di pekarangan rumah. “Sayuran ini kami jual untuk menambah penghasilan keluarga,” ujar Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Mewah, Apriliyanti.
Kini, kawasan pertanian Mernek Jenek juga dikembangkan menjadi Kawasan Wisata (Kawista) berbasis edukasi dan pertanian. Konsep one-stop farming yang diusung mengajak generasi muda untuk belajar langsung tentang pertanian organik, hidroponik, peternakan kambing, hingga teknologi tepat guna.
Bustanul menegaskan bahwa kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Pertamina, telah membawa kemajuan besar dalam lima tahun terakhir. “Kami terus bersinergi tanpa batas. Alhamdulillah, semua ini berjalan berkat dukungan banyak pihak,” ujarnya.
Program DEB juga menjadi kontribusi nyata Pertamina dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), khususnya TPB 2 (Tanpa Kelaparan), TPB 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), dan TPB 13 (Penanganan Perubahan Iklim).
Sebagai pemimpin dalam transisi energi, Pertamina berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission 2060. Seluruh program dan inisiatifnya dirancang sejalan dengan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG), guna menciptakan dampak positif secara menyeluruh bagi lingkungan dan masyarakat.