JAKARTA – Hari ini, Jumat (27/6/2025), umat Islam di seluruh dunia merayakan Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1447, bulan yang dipenuhi dengan berbagai tradisi dan makna. Di Indonesia, misalnya Kota Solo menggelar kirab pusaka yang diikuti oleh dua keraton, Surakarta dan Mangkunegaran. Namun, di balik suasana perayaan, bulan Muharam juga menyimpan kisah tragis yang menggetarkan hati, yaitu Tragedi Karbala.
Tragedi yang terjadi pada 10 Muharam 61 Hijriah (10 Oktober 680 M) ini, di dataran Karbala, wilayah yang kini menjadi bagian dari Irak, menjadi salah satu peristiwa paling bersejarah dan monumental dalam dunia Islam. Perang ini menyaksikan pengorbanan besar Husain bin Ali, cucu Rasulullah SAW, yang bersama rombongan kecilnya, termasuk anak-anak dan perempuan, menghadapi pasukan besar dari Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah.
Latar belakang konflik ini bermula dari krisis kepemimpinan pascawafatnya Nabi Muhammad SAW. Setelah meninggalnya Hasan bin Ali, perpecahan muncul di kalangan umat Islam mengenai siapa yang seharusnya menjadi penerus Nabi. Sementara kelompok mayoritas mendukung Abu Bakar sebagai khalifah pertama, kelompok lain percaya bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus yang sah. Ketegangan ini memuncak pada masa pemerintahan Yazid, yang berusaha memaksa Husain untuk membaiatnya sebagai khalifah. Husain menolak dan memilih untuk bergerak menuju Kufah, yang telah menawarkan dukungan kepadanya. Namun, pasukan Yazid menghalangi perjalanan Husain, dan akhirnya mereka terjebak di Karbala.
Pada 10 Muharram, setelah dikepung dan kehabisan air, pertempuran pecah. Pasukan Husain yang hanya berjumlah sekitar 100 orang, termasuk wanita dan anak-anak, harus menghadapi pasukan Yazid yang jauh lebih besar. Kemenangan bagi pasukan Yazid membawa tragedi besar, dengan hampir seluruh anggota pasukan Husain gugur, termasuk Husain sendiri, yang syahid di medan perang.
Tragedi Karbala mengguncang dunia Islam, terutama bagi kaum Syiah, yang setiap tahun memperingati peristiwa ini sebagai Hari Asyura, untuk mengenang pengorbanan dan keberanian Husain serta para pengikutnya.
Museum Imam Husain: Jejak Sejarah yang Dikenang
Untuk mengenang pengorbanan Husain dan peristiwa Karbala, Museum Imam Husain didirikan pada 5 Juli 2011 di Karbala. Museum ini tidak hanya memiliki koleksi sejarah, tetapi juga menyimpan nilai spiritual yang mendalam bagi umat Islam. Sebagai salah satu museum paling penting di Irak, Museum Imam Husain menyimpan ribuan artefak yang diberikan oleh para pecinta keluarga Nabi Muhammad (Ahlul Bait), termasuk sultan dan raja dari berbagai negeri.
Beberapa koleksi berharga yang dipamerkan antara lain adalah sehelai rambut yang diyakini milik Nabi Muhammad SAW, yang hanya dipamerkan sekali setahun, segenggam tanah dari sekitar makam Imam Husain yang mengeluarkan darah pada Hari Asyura tahun 2012, serta koleksi senjata bersejarah dari berbagai zaman dan negara, termasuk senjata dari Turki, Iran, dan Pakistan.
Museum ini juga menampilkan karpet sutra buatan tangan dari Iran dan Turki yang bertuliskan nama-nama keluarga Nabi dengan benang emas, yang dianggap sebagai karpet termahal di dunia. Selain itu, ada juga manuskrip emas, koin kuno, dan pintu perak dari tempat syahidnya Imam Husain.
Bangunan museum dirancang sedemikian rupa sehingga membentuk lafaz “Husain” dalam huruf Arab. Dominasi warna hijau dan putih di dalamnya melambangkan kesucian dan kedamaian. Di pintu masuk museum, pengunjung akan disambut oleh pilar marmer besar yang berdiri di atas tulisan Husain.
Dengan koleksi yang kaya dan staf penerjemah dalam berbagai bahasa, Museum Imam Husain menawarkan pengalaman yang mendalam bagi pengunjung dari seluruh dunia untuk memahami makna pengorbanan dan keberanian yang terkandung dalam sejarah Karbala.
Tragedi Karbala bukan hanya sebuah peristiwa sejarah, tetapi juga sebuah pelajaran abadi tentang pengorbanan, keadilan, dan keteguhan iman. Pada bulan Muharam, umat Islam mengingat kembali pengorbanan Husain bin Ali, yang meskipun terlahir sebagai cucu Rasulullah, memilih untuk melawan ketidakadilan meskipun harus mengorbankan nyawanya. Tragedi ini terus dikenang dengan penuh hormat dan penghayatan, baik melalui peringatan Hari Asyura maupun dengan melestarikan jejak sejarah melalui museum-museum seperti Museum Imam Husain.