WASHINGTON DC, AS – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memecat sekitar 100 pegawai Dewan Keamanan Nasional (National Security Council/NSC) pada Jumat, 23 Mei 2025. Trump hanya memberikan waktu 30 menit kepada para pegawai untuk membereskan meja dan meninggalkan kantor.
Keputusan ini memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan, termasuk pejabat pemerintah dan pengamat politik.
Pemecatan Massal di NSC: Apa yang Terjadi?
Menurut laporan eksklusif dari The Washington Post, pemecatan ini merupakan bagian dari strategi Trump untuk “membersihkan” NSC dari staf yang dianggap tidak sejalan dengan visinya. Langkah ini dilakukan hanya beberapa bulan setelah ia kembali menjabat sebagai presiden. Sebagian besar pegawai yang dipecat merupakan analis dan staf ahli keamanan nasional, dan mereka diberitahu secara mendadak melalui email internal.
“Saya ingin tim yang benar-benar mendukung agenda ‘America First’. Tidak ada tempat untuk mereka yang tidak sejalan,” ujar Trump dalam pernyataan resminya, dikutip dari The Washington Post.
Keputusan ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Trump juga memecat Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz setelah terjadi insiden kebocoran informasi sensitif melalui aplikasi Signal. Waltz kemudian ditunjuk sebagai Duta Besar AS untuk PBB—yang oleh beberapa sumber disebut sebagai “pendaratan lembut” untuk menghormati kontribusinya.
Reaksi dan Dampak di Gedung Putih
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegawai Gedung Putih. Suasana kerja disebut penuh ketegangan dan ketidakpastian. Seorang mantan staf NSC yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Kami hanya diberi waktu 30 menit untuk berkemas. Ini seperti badai yang tiba-tiba menerjang.”
Pengamat politik menilai langkah ini sebagai bagian dari upaya Trump untuk mengkonsolidasikan kekuasaan. “Trump ingin memastikan hanya orang-orang loyal yang berada di dekatnya. Namun, ini berisiko melemahkan keahlian dan pengalaman di NSC,” ujar Dr. Sarah Johnson, analis kebijakan luar negeri dari Universitas Georgetown.
Kontroversi Lain di Era Trump
Pemecatan ini menambah daftar panjang kontroversi sejak Trump kembali menjabat. Baru-baru ini, ia memicu kemarahan warga Afrika Selatan setelah mengklaim secara keliru adanya “genosida petani kulit putih” dalam pertemuannya dengan Presiden Cyril Ramaphosa. Trump bahkan menggunakan gambar dari Republik Demokratik Kongo sebagai “bukti”, yang kemudian dibantah oleh The New York Times dan Reuters.
Trump juga mendapat kritik terkait kebijakan perdagangannya. Meski berhasil menegosiasikan kesepakatan dengan Inggris dan mengamankan investasi besar dari Arab Saudi, sejumlah pihak menyuarakan kekhawatiran atas dampak tarif tinggi yang diberlakukannya terhadap mitra dagang utama AS.
Dengan kepergian 100 pegawai, NSC kini menghadapi tantangan besar dalam mengisi kekosongan keahlian. Trump telah menunjuk sejumlah loyalis untuk menempati posisi kunci, termasuk Senator Marco Rubio sebagai penasihat keamanan nasional baru sekaligus menteri luar negeri. Penunjukan ganda ini belum pernah terjadi sejak era Henry Kissinger.
Namun, banyak yang mempertanyakan apakah langkah ini akan memperkuat atau justru melemahkan posisi AS dalam menangani isu-isu global seperti konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan dagang dengan China. “Waktu akan menjawab apakah ini langkah cerdas atau bumerang,” kata Johnson.