KYIV, UKRAINA – Ukraina akhirnya setuju untuk memenuhi permintaan Amerika Serikat terkait pasokan tanah jarangnya, meskipun sempat terjadi ketegangan sebelumnya.
Dua sumber yang mengetahui perundingan ini mengungkapkan pada Selasa (25/2) bahwa Ukraina dan AS telah menyepakati perjanjian terkait dengan sumber daya mineral, yang sebelumnya sempat menjadi pembicaraan hangat di masa pemerintahan Donald Trump.
Menurut salah satu sumber yang memahami rincian kesepakatan ini, perjanjian tersebut tidak menyebutkan adanya jaminan keamanan atau komitmen berkelanjutan terkait aliran senjata dari AS ke Ukraina. Sebaliknya, isi kesepakatan lebih menekankan keinginan Amerika Serikat agar Ukraina tetap menjadi “negara yang bebas, berdaulat, dan aman.”
Keinginan AS untuk memperoleh tanah jarang Ukraina sudah lama menjadi sorotan, terlebih setelah Trump dan pemerintahannya menyatakan minatnya untuk mendapatkan mineral Ukraina yang bernilai fantastis, sekitar US$500 miliar (atau sekitar Rp8.108 triliun). Trump menganggap Ukraina harus memberikan sumber daya tersebut sebagai bentuk imbal balik atas dukungan AS dalam perang melawan Rusia.
Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky awalnya menanggapi permintaan ini dengan penolakan, karena hal tersebut dinilai tidak sejalan dengan kepentingan nasional Ukraina. Kyiv juga sebelumnya mengkritik bahwa bantuan AS yang diterima tidak sebanding dengan janji yang pernah disampaikan.
Menyusul penolakan tersebut, Trump menyatakan ketidaksenangannya terhadap Zelensky, bahkan menyalahkan sang Presiden atas invasi Rusia ke Ukraina dan menyebutnya sebagai diktator.
Pada Minggu (23/2), Zelensky akhirnya memberikan sinyal bahwa ia siap menerima kesepakatan dengan Amerika Serikat untuk memberikan akses terhadap sumber daya mineral Ukraina, namun dengan satu syarat: Amerika Serikat harus memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina sebagai balasan atas hak eksploitasi mineral tersebut.
Langkah ini menunjukkan perubahan sikap Ukraina, yang kini membuka peluang untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan AS, meskipun dengan persyaratan yang lebih ketat demi menjaga kedaulatan dan keamanan negaranya.