JAKARTA – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamadani, mengakui bahwa sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) seringkali tidak tersentuh oleh hukum karena adanya dukungan dari beberapa oknum aparat, termasuk di antaranya TNI, Polri, kementerian, lembaga, dan bahkan ada oknum di BP2MI sendiri.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Benny dalam sebuah konferensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Mahfud MD.
“Kami telah menyadari bahwa beberapa pihak dari kementerian/lembaga terlibat dalam kasus ini selama 3 tahun terakhir. Mereka seolah menjadi kelompok yang tidak bisa disentuh oleh hukum di negara ini karena selalu mendapatkan perlindungan dari oknum yang memiliki kekuasaan, dan saat ini adalah era keterbukaan,” ungkap Benny di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, pada hari Selasa (4/7/2023).
“Yang ingin saya sampaikan adalah, terdapat keterlibatan oknum TNI, oknum Polri, oknum dari kementerian dan lembaga, Pemda, dan bahkan oknum di BP2MI. Saya ingin menyampaikan hal ini dengan adil,” tambahnya.
Benny menegaskan bahwa BP2MI telah menjalin kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melalui Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman.
“Pertama, kami telah menandatangani MoU dengan PPATK. Pada pertemuan tadi, kami memastikan bahwa ada pihak-pihak yang akan kami serahkan kepada PPATK, baik individu di lingkungan BP2MI untuk ditelusuri maupun lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan ilegal ini,” jelasnya.
Benny menambahkan bahwa berdasarkan penyelidikan PPATK, nilai uang yang terlibat dalam bisnis perdagangan orang ini mencapai ratusan miliar rupiah dan telah berlangsung selama bertahun-tahun.
“PPATK sebelumnya telah menjelaskan bahwa terjadi perputaran uang ratusan miliar yang diduga berasal dari sindikat penempatan ilegal. Angka tersebut belum termasuk jika kita melacak ke belakang misalnya 5 atau 10 tahun yang lalu,” tandasnya.